Wednesday, February 25, 2009

WANITA DAN OLAHRAGA:

SEBUAH TINJAUAN KESEHATAN OLAHRAGA

Oleh : Akhmad Sobarna


PENDAHULUAN

Keterlibatan wanita pada olahraga sudah menjadi sesuatu hal yang tidak “tabu” lagi dewasa ini. Seiring dengan arus globalisasi yang terus mengalir, gender memberikan dukungan kuat pada wanita untuk masuk dalam bidang yang sudah dianggap maskulin itu. Selain itu, meningkatnya kesadaran akan perlunya kesehatan dan kebugaran jasmani mendorong para wanita untuk ambil bagian dalam berbagai bentuk aktivitas jasmani, termasuk olahraga. Begitu perkasanya para pria dipentas olahraga prestasi telah membangkitkan kaum wanita untuk ikut berprestasi dalam bidang tersebut. Hartono (1999: 225) menyebutkan bahwa pertandingan olahraga yang dilakukan wanita di Amerika terjadi setelah adanya revolusi jerman tahun 1849 sampai tahun 1910, tahun 1920 terjadi pertentangan yang berakibat pada berakhirnya partisipasi wanita dalam olahraga dan tahun 1950-an muncul trend yang memulai kembali keterlibatan wanita dalam olahraga.

Keterlibatan wanita dalam olahraga sekarang bukan hanya berperan sebagai penonton yang hanya memberikan dukungan diluar lapangan tetapi wanita telah terlibat langsung menjadi pelaku olahraga itu sendiri. Banyaknya wanita yang terlibat dalam olahraga telah mendorong para peneliti untuk menyelidiki berbagai pengaruh olahraga terhadap jasmani, rohani, maupun sosial wanita. Satu hal yang perlu ditekankan dalam hubungannya dengan makalah ini adalah adanya perubahan biologis yang khas pada wanita. Hal inilah yang membedakan secara hakiki wanita dan pria. Perubahan biologis ini seringkali dianalogikan dengan siklus menstruasi dan reproduksi.

Satu hal yang paling penting adalah meyakinkan bahwa atlit wanita dapat mencapai puncak penampilan fisik, sambil terus menikmati kesehatannya yang baik (Kartinah, Komariah, Giriwijoyo, 2006: 177). Artinya bahwa wanita yang terlibat dalam aktivitas jasmani yang berat (olahraga) bisa mencapai puncak prestasi dengan tanpa mengalami kelainan perubahan fungsi tubuhnya (fisiologis). Selain itu diharapkan juga tingkat kesehatan atlit wanita berjalan dengan normal, dalam hal ini adalah siklus menstruasi dan reproduksi. Seberapa tinggi prestasi yang dicapai seorang wanita dalam olahraga tidak akan menghilangkan kodrat yang sudah tersirat dalam fungsi tubuhnya. wanita akan mengalami menstruasi dan akan mengalami proses reproduksi yang berhubungan dengan melahirkan. .

PERBEDAAN FISIK PRIA DAN WANITA

Pria dan wanita dapat kita bedakan dari segi fisik, baik secara anatomis maupun secara fisiologis (fungsi tubuh). Perbedaan anatomi ini menyebabkan pria lebih mampu melakukan aktivitas jasmani dan olahraga yang memerlukan kekuatan dan dimensi lain yang lebih besar (Kartinah, Komariah, Giriwijoyo, 2006: 177). Secara fisik, pria dewasa rata-rata 7 – 10 % lebih besar daripada wanita. Perbedaan ukuran itu sangat kecil terlihat pada anak-anak sampai usia pubertas. Velle menjelaskan bahwa akivitas jasmani pria yang lebih tinggi karena pengaruh hormon di dalam otak selama perkembangan janin (Sutresna, 1999:259). Pengaruh hormon testoteron mengakibatkan pria tumbuh lebih tinggi, gelang bahu yang lebih luas, panggul lebih sempit dan tungkai lebih panjang. Sedangkan pengaruh hormon estrogen mengkibatkan wanita berkembang dengan bahu yang lebih sempit, panggul yang lebih luas relatif terhadap tinggi badannya dan “carrying angle” yang lebih besar pada sendi siku. Pada wanita terjadi penimbunan lemak selama masa pubertas, sedangkan pada pria terjadi perkembangan otot. Sehingga wanita dewasa mempunyai lemak sekitar dua kali lebih besar dari pada pria. Pria mempunyai darah yang kurang lebih satu liter lebih banyak dari pada wanita. Selain itu dimensi jantung pada pria lebih besar sehingga volume sedenyut lebih besar, volume paru-paru pria lebih besar 10 % dari pada wanita. Wanita mempunyai denyut nadi istirahat yang lebih sedikit tinggi dengan Denyut Nadi Maksimal sesuai umur sama.

Berbagai penelitian lebih banyak melihat bahwa wanita mempunyai kapasitas kerja yang relatif buruk, sehingga menjadi pembatas bagi wanita terlibat dalam olahraga. Tetapi pada wanita dan pria yang trlatih tidak terlihat perbedaan secara fisiologis. Latihan kekuatan yang sistemik dapat meningkatkan dapat meningkatkan diamater serabut otot dan massa total ototnya. Kandungan lemak dalam tubuh menurun sebagai respon terhadap latihan. Banyak atlit wanita pada olahraga yang memerlukan daya tahan mempunyai kandungan yang sedikit. Lemak tubuh yang tinggi menjadi hambatan bagi kegiatan fisik yang bersifat weight bearing, tetapi meningkatkan daya apung pada renang.

Pria dan wanita yang melakukan olahraga sama akan memiliki kapasitas aerobik (VO2Max) dengan perbedaan yang lebih kecil dari pada sesama jenis kelamin yang melakukan olahraga berbeda. Keikutsertaan wanita dalam aktivitas jasmani dan olahraga berdampak positif pada power aerobic mereka oleh meningkatnya VO2Max, Pengambilan Oksigen dan Kapasitas ventilatori. apalagi, wanita dapat memperoleh kekuatan maksimal melalui peningkatan aktivasi otot, meningkatkan fleksibilitas dalam kaitannya dengan peningkatan luas gerakan dan barangkali peningkatan fungsi kekebalan. Sebetulnya pria mempunyai keuntungan sampai 50 % dalam hal masa tubuh, volume jantung dan darah, dan hemaglobin yang tinggi. Tetapi perbedaan itu sebesar 10 % apabila dinyatakan dalam satuan berat badan. Atlit wanita yang berlatih baik mempunyai kemampuan men-toleransi hipoxia, ketinggian dan stres pana yang sama dengan pria yang terlatih.

Cedera olahraga pada wanita ditemukan sedikit, karena wanita lebih banyak terlibat pada aktivitas jasmani dan olahraga kontak yang tidak berat. Sehingga cedera lebih bersifat sport specific dari pada sex specific. Cedera pada wanita dalam olahraga sebenarnya lebih dikarenakan kekuatan dan kebugaran mereka yang rendah. Cedera atlit yang terlatih juga mempunyai derajat cedera yang sama.

AKTIVITAS JASMANI DAN MENSTRUASI

Pengaruh Menstruasi pada Penampilan Fisik

Pada umumnya wanita dapat menikmati kegiatan fisik mereka baik bersifat rekreasi maupun kompetisi tanpa terpengaruh oleh pola menstruasi mereka. Gejala-gejala nyeri pada menstruasi (Dysimenorrhoea) dan sindroma stress premenstruasi (PMS) menjadi berkurang sebagai pengaruh dari olahraga yang teratur. Berbagai penelitian belum berhasi menunjukkan pengaruh kuat secara fisiologis olahraga pada kestabilan siklus menstruasi. Banyak wanita beranggapaan mereka mampu tampil dalam olahraga sama baik selama maupun segera sebelum terjadinya menstruasi. Indikasi medis tidak memperlihatkan wanita harus menghentikan aktivitas fisiknya selama menstruasi. Banyak cara alternatif untuk menguranngi dysmenorrhoea pada atlit wanita, seperti diobati secara efektif dengan pemberian obat anti inflamasi non-steroid, diatur dengan konstrasepsi oral, memperpendek siklus dengan pemberian obat secara dini.

Amenorrhoea atlit dimaksudkan untuk mendeskripsikan berhentinya menstruasi yang dialami beberapa atlit selama masa latihan dan kompetisi berat. Perubahan menstruasi dapat berupa berkurangnya jumlah menstruasi pertahun (oligomenorrhoea) atau sama sekali tidak ada menstruasi (amenorrhoea). Hasil penelitian menunjukkan bahwa disfungsi menstruasi bervariasi menurut tingkat usaha fisik selama latihan dan kompetisi. Hal itu juga menunjukkan juga bahwa penampilan yang baik dalam olahraga secara relatif tidak dapat dipengaruhi oleh menstruasi. Ada atlit wanita yang mempunyai penampilan baik saat menstruasi dan ada juga atlit wanita yang menganggap bahwa penampilan buruknya diakibatkan oleh pengaruh menstruasi yang negarif.

Pengaruh Aktivitas Fisik pada Fungsi Menstruasi

Perubahan siklus menstruasi pada atlit wanita sulit diketahui oleh karena munculnya gangguan menstruasi, dari luteal sampai amenorrhoea. Secara definitif, klasifikasi kejadian menstruasi sebagai berikut:

1. Eumenorrhoea yaitu siklus menstruasi yang teratur dengan interval perdarahan yang terjadi antara 21 – 35 hari.

2. Oligomenorrhoea yaitu bila menstruasi terjadi dengan interval lebih antara 35 – 90 hari.

3. Amenorrhoea yaitu bila dalam kurun waktu 3 bulan berturut-turut tidak terjadi menstruasi, atau menstruasi terjadi tidak lebih dari 3x dalam setahun.

Perubahan menstruasi paling umum dijumpai pada pelari jarak jauh, penari dan pesenam dan sedikit pada pembala sepeda dan perenang. Data yang diperoleh dari sejumlah besar wanita yang berolahraga di lapangan sangatlah terbatas. The American College of Sport Medicine (ACSM) melaporkan bahwa sekitar sepertiga pelari jarak jauh wanita (12 – 45 tahun), mengalami amenorrhoea atau oligomenorrhoea (Hartono, 1999: 226). Penelitian yang dilakukan oleh Dale et al (Hartono, 1999: 226) menunjukan incidence disfungsi menstruasi pada atlit mulai dari 0 % - 50 %. Rougier dan Linquettte menemukan pengaruh yang bervariasi dari olahraga terhadap siklus menstruasi pada mahasiswa olahraga, demikian juga Kabisch yang mengevaluasi atlit jerman, menemukan sedikit kejadian amenorrhoea (Hartono, 1999: 226). Sebaliknya, Erdelyi, yang meneliti atlit dunia dan Zhanel, yang meneliti atlit anggar, menemukan 10 – 12 % kejadian disfungsi menstruasi (Hartono, 1999: 226).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan yang mengikuti kegiatan fisik yang maikn meningkat sebelum datangnya menarche akan mengalami penundaan menarche dan terjadinya katidakteraturan menstruasinya. Penelitian Frisch et al menemukan bahwa pada pelari maupun perenang yang belum mengalami menarche, menarche akan terlambat 5 bulan untuk tiap tahun berlatih sebelum menarche. Sebaliknya, Erdelyi tidak menemukan perubahan menarche, tetapi menemukan incidence yang tinggi dari fungsi menstruasi di kemudian harinya pada mereka yang melakukan pelatihan atletik premenarche secara intensif bila dibandingkan dengan populasi umum di Hungaria (Hartono, 1999: 226). Keterlambatan menarche dan disfungsi menstruasi yang mengikutinya, juga ditemukan pada atlit balet yang melakukan pelatihan premenarche yang intensif dan bermotivasi tinggi untuk mempertahankan berat badan ringan (Frisch et al dalam Hartono, 1999: 226).

OSTEOPOROSIS PADA WANITA

Salah satu penyakit yang diidap para wanita adalah osteoporosis. osteoporosis merupakan penyakit yang menyerang tulang. Terjadinya osteoporosis akan dapat mengakibatkan resiko patah tulang. Hilangnya mineral tulang akan mengakibatkan osteoporosis. Gejala kliniknya meliputi meningkatnya kejadian fraktur kerangka (terutama pada spina, pergelangan tangan dan paha), kyposis tulang spina akibat fraktur kompresi vertebra spontan disertai nyeri punggung yang tiba-tiba. Kejadian ini menimpa 1 dari tiap 5 wanita berusia di atas 60 tahun, dan kejadian pada wanita adalah 4 kali lebih banyak dari pada pria. Hal ini disebabkan karena puncak massa tulang yang dicapainya lebih rendah dan kehilangan mineral tulang lebih cepat setelah menopause (Kartinah, Komariah, Giriwijoyo, 2006:194).

Masa tulang setiap individu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) faktor genetik lebih cenderung oleh adanya osteoporosis dalam keluarga, (2) faktor lingkungan meliputi kegiatan fisik, tata-gizi, pengaruh buruk, merokok, kafein dan alkohol. Kurangnya aktivitas jasmani dan ketiadaan gaya berat mengakibatkan cepat hilangnya massa tulang dan keseimbangan kalsium yang negarif. Olahraga melalui latihan yang teratur dapat meningkatkan massa tulang dan lebih sedikit kehilangan mineral tulang (Kartinah, Komariah, Giriwijoyo, 2006:195), (3) faktor Hormonal, androgen meningkatkan massa tulang pada pria dan oestrogen dan juga progesteron merupakan faktor penting bagi peningkatan massa tulang pada wanita.

Cara satu-satunya pengelolaan osteoporosis yang paling masuk akal adalah pencegahan. Semua wanita harus didorong untuk melakukan olahraga secara teratur sepanjang hidupnya, oleh karena massa tulang berkorelasi positif dengan kekuatan otot dan berat badan. Aktivitas jasmani yang dilakukan secara teratur dapat membantu mempertahankan kesehatan tulang, otot-otot, dan sendi. Semua wanita segala umur akan mendapatkan manfaat dari aktivitas jasmani intensitas sedang yang dilakukan setiap hari (seperti 30 menit jalan cepat) atau aktivitas yang sedikit lebih berat dalam waktu singkat (seperti 15 – 20 menit joging). Selain itu rekomendasi umum yang hendaknya dicapaii adalah mendapatkan pengaruh altihan dengan sedikitnya 3 hari latihan beban dalam seminggu, yang melibatkan otot-otot besar selama 30 menit per kali latihan (Kartinah, Komariah, Giriwijoyo, 2006:198).

Selain aktivitas jasmani dan olahraga yang harus dilakukan para wanita, juga harus dipenuhinya kecukupan kalsium sepanjang hidup, khususnya dimasa pubertas. Terapi hormonal selama masa menopause masih tetap kontroversi. Selain itu dosis estrogen rendah selama 3 minggu dikombinasikan dengan progesteron merupakan regimen yang praktis (Kartinah, Komariah, Giriwijoyo, 2006:198). Gejala osteoporosis dapat juga diobati dengan menggunakan suplemen flourida (F), vitamin D, dan calcitonin dibawah supervisi dokter.

KESIMPULAN

Pria dan wanita secara kodrati diberikan perbedaan secara anatomis dan juga fisiologis. Perbedaan ini menjadi titik awal kurangnya keterlibatan wanita dalam akvititas jasmani dan olahraga. Setelah adanya pertandingan olahraga yang dilakukan oleh para wanita, keterlibatan wanita dalam olahraga sampai sekarang terus meningkat meskipun sempat terjadi pertentangan. Keterlibatan wanita dalam berbagai bentuk aktivitas jasmani dan olahraga seringkali dihubungkan dengan siklus menstruasi dan reproduksi yang dianggap sebagai pembatas keterlibatannya. Berbagai penelitian dilakukan untuk melihat pengaruh dari siklus menstruasi terhadap prestasi penampilan atlit, begitupun sebaliknya pengaruh olahraga terhadap siklus menstruasi wanita. Semua itu sebenarnya berpangkal pada wanita diharapkan dapat menikmati akvititas jasmani dan olahraga yang dilakukannya dengan tingkat kesehatan yang normal. Pencegahan terhadap terjadinya osteoporosi merupakan salah satu manfaat dari melakukan aktivitas jasmani dan olahraga yang teratur.

REFERENSI

Hartono, Soetanto. 1999. Sebuah Reviu Mengenai Masalah Wanita dan Olahraga. Perkembangan Olahraga Terkini: Kajian Para Pakar. Page 225-243. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Sutresna, Nina. 1999. Wanita dan Olahraga Fenomena Sosial. Perkembangan Olahraga Terkini: Kajian Para Pakar. Page 253-267. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Kartinah, Neng Tine, Komariyah, Lilis, Giriwijoyo, Santosa. 2006. Sport Medicine.

The President's Council on Physical Fitness and Sports Report. 1997. Physical Activity & Sport in the Lives of Girls. The Center for Research on Girls & Women in Sport University of Minnesota.

The President’s Council on Physical Fitness and Sports. 2004. Physical Activity and Health Women. A Report of the Surgeon General. National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion. Centers for Disease Control and Prevention. U.S. DEPARTMENT OF HEALTH AND HUMAN SERVICES


KEPRIBADIAN DAN ATLET

KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, Pencipta dan penguasa seluruh jagat raya, Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada kekasih Allah, Rasulullah Muhammad saw., nabi dan pemimpin umat yang mulya.

Dalam hal ini penulis bersyukur pada Allah swt, karena penulis telah selesai menyelesaikan makalah yang berjudul KEPRIBADIAN DAN ATLET.

Penulis menyadari dalam penulisan tugas ini masih jauh kepada kesempurnaan, tapi harapan penulis mudah-mudahan tugas ini dapat bermanpaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Tugas ini terdiri dari tiga Bab, dimana dalam Bab I penulis menulis mengenai pendahuluan yang berisi pada garis besarnya mengenai latar belakang pendidikan olahraga dan pendidikan jasmani secara garis besar, kemudian Bab II penulis mencoba membahas mengenai kepribadian dan siswa, Bab III Kesimpulan apa yang penulis bahas.

Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak sehingga sehingga penulis mendapatkan pengalaman yang berharga, dalam rangka kesempunaan tugas ini, penulis mengharapkan masukan (kritik) yang membangun sehingga kelak penulis dapat memperbaikinya.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Walaupun hingga kini rumusan olahraga masih kontroversi, namun untuk sekedar mengetahui perbedaan dengan pendidikan jasmani, ada baiknya penulis ambil salah satu definisi olahraga. International Council Of Sport and Physical Education (ICSPE) mengemukakan bahwa olahraga adalah setiap kegiatan fisik yang mengandung sifat permainan dan berisi perjuangan dengan diri sendiri atau dengan orang lain, atau konfrontasi dengan unsure-unsur alam. Apabila ditambah kata pendidikan, maka bunyinya menjadi pendidikan Olahraga dan proses pendidikan untuk olahraga.

Aktivitas dan tujuan pendidikan jasmani jauh lebih luas dari pada aktivitas dan tujuan pendidikan olahraga. Aktivitas dalam pendidikan olahraga lebih terbatas hanya pada aktivitas-aktivitas yang berbentuk olahraga. Sementara itu aktivitas-aktivitas dari pendidikan jasmani lebih luas lagi, yaitu dapat berupa olahraga atau berupa aktivitas jasmani lainnya seperti rekreasi, petualangan, aktivitas sosial, berbagai gerak dasar, dan atau aktivitas sosial.

Apabila dilihat dari tujuannya, pendidikan olahraga dan pendidikan jasmani sama-sama ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Namun, selain itu pendidikan olahraga sekaligus bertujuan untuk meningkatkan kemampuan olahraga, sementara itu, pendidikan jasmani sekaligus bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga. Oleh karena itu, olahraga dengan pendidikan olahraga merupakan bagian dari pendidikan jasmani.

B. Pandangan Sosiologi Olahraga

Dari sudut pandang sosiologi olahraga dipandang sebagai sebuah penomena sosial sentral yang dibentuk oleh banyak faktor sosial budaya. Sosiologi olahraga bertujuan untuk membahas keberadaan olahraga ditinjau dari struktur sosial secara internal dan ekternal, termasuk perilaku sosial secara mikro (perilaku kelompok) dan secara makro (perilaku dan struktur organisasi dari sistem olahraga nasional).

Tiga bidang garapan utama sosiologi olahraga dapat ditinjau dari:

  1. Sistem sosial, misal: pengaruh olahraga pada budaya majemuk terhadap kehidupan sosial masyarakat, hubungan struktur sosial dengan proses kehidupan sosial dalam olahraga, pengaruh olahraga terhadap kehidupan individu dan sosial (keluarga, tempat kerja, politik, sistem pendidikan, dan struktur sosial secara menyeluruh)
  2. Figur sosial, misal: kepribadian olahragawan, pelatih, wasit, ofisial
  3. Kecabangan olahraga, misal: olahraga individu, kelompok, persaingan, sertah Pengaruhnya dan masalah-masalah yang muncul pada kecabangan olahraga.

Termasuk ke dalam sub bidang garapan sosiologi olahraga antara lain: olahraga dan masyarakat, olahraga dan kehidupan manusia (rutinitas, kerja, dan waktu senggang), olahraga dan organisasi, olahraga dan masalah-masalah sosial, olahraga pada berbagai sosial budaya.

Untuk itu penulis disini khusus akan mengaplikasikan salah satu sub bidang garapan sosiologi olahraga yang didalamnya diaplikasikan dalam pendidikan jasmani yaitu membahas salah satu sub bidang olahraga dan kehidupan manusia yang menjabarkan tentang bagaimana kepribadian dan siswa kalau dihubungkan dengan sub bidang sosiologi olahraga yang didalamnya yaitu pendidikan jasmani.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kepribadian

Seperti yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, tujuan utama dari ilmu olahraga dan aktifitas fisik adalah untuk memperoleh sebuah pemahaman tentang perilaku. Sejak kepribadian merupakan sebuah abstraksi atau konstruksi hipotesis dari atau tentang perilaku (Martens, 1975), maka tidaklah mengejutkan bila secara histories kepribadian merupakan salah satu isu yang paling popular dan secara luas dibahas dalam psikologi olahraga yang didalamnya termasuk pendidikan jasmani dan olahraga kesehatan telah berhubungan erat dengan partisipasi dalam olahraga dan aktifitas fisik dalam pendidikan jasmani dan olahraga kesehatan bagi para siswa.

Meskipun topik khusus telah membahas hal tersebut, namun perlu ada strategi untuk memadukan keduanya, berikut ini bisa kita lihat bagan berikut:

Strategi pertama menunjukkan proses penjelasan atau prediksi. Petunjuk ini menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat: sebab menunjukkan adanya dimensi kepribadian khusus (ditunjukkan dengan variable situasional dan environmental) sedangkan akibat menunjukkan adanya dimensi penampilan atau outcome. dalam hal ini “Apakah orang yang memiliki kecemasan yang tinggi akan menampilkan keadaan stress yang lebih atau kurang dari pada mereka yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah? Yang menjadi penekanan dalam strategi pertama ini adalah paradigma khusus eksperimental, dimensi kepribadian, factor-faktor situasional yang semuanya menjadi variable independent sedangkan variable dependent ditunjukkan dengan adanya dampak dari penampilan.

Strategi kedua berhubungan dengan proses deskripsi. Pendekatan ini memberi penekanan untuk menetukan adanya perbedaan kepribadian pada partisipasi pendidikan jasmani dan olahraga kesehatan khusus dan aktifitas fisik. Dalam hal ini ada pertanyaan: “Apakah sekelompok siswa memiliki karakteristik kepribadian yang umum dan berbeda dengan sekelompok yang bukan siswa? Jika pertanyaan ini berhubungan dengan gambar 1.6, maka keterlibatan dalam pendidikan jasmani dan olahraga kesehatan dan aktifitas fisik akan menjadi variable situasional dimana siswa akan diekspos sedangkan yang bukan siswa tidak. Jika variable situasional, pendidikan jasmani dan olahraga kesehatan dan aktifitas fisik telah berdampak secara significan, maka siswa dan non siswa akan menunjukkan karaktersitik kepribadian yang berbeda.

Daftar gambaran di atas dapat diperluas dengan mudah sejak kelompok-kelompok yang berbeda dapat dikontraskan untuk memperoleh perbedaan kepribadian, contoh lelaki versus wanita, tim versus sendirian, siswa berkelas versus siswa yang masih rendah pengalaman. Dengan paradigma eksperimental ini, beberapa grup menjadi variable dependent (bergantung).

B. Alam Kepribadian

Definisi

Ada beberapa definisi mengenai kepribadian, di antaranya:

  1. ………… total dari karakteristik seseorang yang membuatnya unik (Hollander, 1967)
  2. …… suatu bentuk keunikan seseorang (Guilford, 1959)
  3. ……. susunan karakter seseorang yang kurang lebih stabil dan bertahan dan behubungan dengan temperamen, intelektual dan fisik yang menuntut penyesuaian yang unik terhadap lingkungan (Eysenck, 1960)
  4. …….. organisasi yang dinamis di dalam system psikofisik seseorang yang menuntut kesesuaian terhdap lingkungannya (allport, 1937)
  5. …… seperangkat karakter dan kecenderungan yang stabil yang menentukan keumuman dan perbedaannya dalam perilaku psikologis (pikiran, perasaan dan tindakan) manusia yang memiliki kontinuitas dalam waktu yang barangkali mudah dimengerti dalam konteks tekanan sosial dan biologis yang spontan dalam keadaan mandiri (Maddi, 1968)

Sebagaimana telah Kluckhohn dan Murray (1949) nyatakan bahwa setiap orang seperti semua orang lain, atau tidak seperti lainnya. Pernyataan ini maksudnya merefleksikan pemikiran terhadap penekanan adanya keunikan dan keumuman. kompleksitas keperibadian juga diilustrasikan dengan penekanan adanya stabilitas pada perubahan dan penyesuaian fisik dan psikologi. Perbedaan definisi ini membedakan dan menjadi keragaman keperibadian teori berpikir untuk menjelaskannya.

C. Teori Kepribadian

Teori Psikodinamik. Teori ini ada di dalam lingkungan klinik: para peneliti terdahulu menjadi ahli fisik dengan fokus pada perilaku yang tidak normal atau menyimpang. Meskipun Sigmund Freud telah mengembangkan psikoanlisis dan sangat berdekatan dengan pendekatan psikodinamik dalam keperibadian, namun ada juga tokoh lain yang juga turut andil di antaranya Carl Jung, Alfred Adler, Erich Fromm dan Eric Ericson. Ajaran utama dari Freud adalah munculnya teori yang terdiri dari ed, ego dan superego. Id menunjukkan naluri ketidaksadaran dan menampilkan dua konflik yang abadi antara dua dimensi yaitu hasrat hidup dan dorongan seksual. Ego menunjukkan adanya aspek kesadaran, logika dan orientasi real dari manusia. Super ego merupakan kesadaran murni dan berkaitan dengan norma, susila, nilai, sikap dan moral. Dari sini Freud sebenarnya berbicara tentang konflik kepribadian utamanya adalah konflik antara seksualitas tanpa sadar dengan insting agresif. Fromm dan Ericson mengajukan interpretasi interpersonal tentang perilaku yang menyatakan bahwa kekuatan instingtual berasal dari id, ego dan super ego. Modifikasi pendekatan psikodinamik memerlukan observasi informal, intuisi klinis, dan kepercayaan pada dinamisasi intrafisik. Demikian menurut Mischel (1973). Berikut ini bagan yang mengaitkan teori konflik kperibadian dan teori psikodinamik:

Teori Fenomenologis. Teori ini dikembangkan oleh Maslow (1943) dengan memunculkan konsep yang lebih menakankan pada holistic daripada atomistic, fungsional daripada taksonomi, dinamis daripada statis, dinamis daripada kasual, purposif dari simple-mekanis.

Pendekatan teori Maslow memunculkan lima tingkatan kebutuhan yang ada pada diri manusia, yaitu: kebutuhan psikologis (kebutuhan dasar seperti lapar, haus, tidur dan seks, keamanan (baik emosi maupun fisik), cinta (kasih sayang dan afiliasi), penghargaan (prestasi, kekuasaan dan status), dan aktualisasi diri (refleksi dari kepuasan diri). Bagan lima kebutuhan ini digambarkan oleh Maslow dengan bagan, sebagai berikut:

Secara fenomenologis, teori kepribadian itu beragam. keberagaman ini disesuaikan pada penekanan konsep perubahan diri, pertumbuhan dan kematangan yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan diri. Rogers (1964) mengatakan bahwa perubahan itu didasarkan dengan orientasi nilai dari anak-anak menuju dewasa dan dari dewasa menuju kematangan psikologis.

Teori Konstitusional (Jenis Tubuh). Teori konstitusional atau teori jenis tubuh selalu dikaitkan dengan Stanley Kretschmer dan William Sheldon. Dengan teori ini menunjukan bahwa setiap orang mempunyai fisik-fisik khusus atau jenis-jenis tubuh, yang secara genetic menentukan factor yang memberikan kecenderungan pada konsistensi perilaku.

Sheldon memberikan skema yang sudah sangat popular. Dalam skema ini ada tiga dimensi yang struktur tubuhnya dianggap aneh, yaitu: mesomorphy (berotot), endomorphy (bulat, gemuk), dan ectomorphy (lurus, kurus). Setiap dimensi ini dihubungkan dengan jenis kepribadian tertentu atau temperamen. Selengkapnya lihatlah bagan berikut:

Teori Kejanggalan. Pendekatan teoritis yang memiliki pengaruh terkuat dalam penelitian keperibadian pada psikologi adalah pandangan tentang pembawaan yang janggal.

Pembawaan kepribadian sendiri telah disampaikan dengan berbagai cara. Contohnya Allport (1964) memberikan masukan mengenai struktur neurofisik yang memiliki kapasitas untuk memberikan stimuli fungsional yang seimbang dan memberikan tanda-tanda khusus yang berkaitan dengan bentuk-bentuk perilaku yang ekspresif.

Dalam pendekatan Cettel, keperibadian ditampilkan sebagai pembanding di antara struktur sifat-sifat pembawaan yang hirarkis. Secara khusus, melalui analisis factor, terdapat 171 pembawaan asli yang dapat diidentifikasi. Pembawaan-pembawaan asli ini secara total dianggap sebagai penyebab keunikan perilaku siswa-siswa. Dengan demikian setipa siswa memiliki pembawaan asli yang berbeda, karena masing-masing siswa pada dasarnya memiliki keunikan yang tidak sama dengan yang lainnya. Dari 171 pembawaan asli ini dapat dibagi menjadi 16 kategori, factor-faktor atau klusternya disebut dengan sifat-sifat pembawaan yang mengemuka. Berikut table yang diberikan Cattel:

BAB III

KESIMPULAN

Dalam hal ini setelah penulis menelaah ternyata bahwa Aktivitas dan tujuan pendidikan jasmani jauh lebih luas dari pada aktivitas dan tujuan pendidikan olahraga. Aktivitas dalam pendidikan olahraga lebih terbatas hanya pada aktivitas-aktivitas yang berbentuk olahraga. Sementara itu aktivitas-aktivitas dari pendidikan jasmani lebih luas lagi, yaitu dapat berupa olahraga atau berupa aktivitas jasmani lainnya seperti rekreasi, petualangan, aktivitas sosial, berbagai gerak dasar, dan atau aktivitas sosial. Termasuk ke dalam sub bidang garapan sosiologi olahraga antara lain: olahraga dan masyarakat, olahraga dan kehidupan manusia (rutinitas, kerja, dan waktu senggang), olahraga dan organisasi, olahraga dan masalah-masalah sosial, olahraga pada berbagai sosial budaya.

Ternyata hubungan kepribadian dan siswa kalau dilihat strategi menunjukkan proses penjelasan atau prediksi. Petunjuk ini menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat: sebab menunjukkan adanya dimensi kepribadian khusus (ditunjukkan dengan variable situasional dan environmental) sedangkan akibat menunjukkan adanya dimensi penampilan atau outcome.

Yang harus kita adalah paradigma khusus eksperimental, dimensi kepribadian, factor-faktor situasional yang semuanya menjadi variable independent sedangkan variable dependent ditunjukkan dengan adanya dampak dari penampilan para anak didiknya/siswa.

Kalau dilihat dari Ego menunjukkan adanya aspek kesadaran, logika dan orientasi real dari para siswa. Sedangkan Super ego merupakan kesadaran murni dan berkaitan dengan norma, susila, nilai, sikap dan moral.

Jadi suda jelas bahwa kepribadiandan siswa dalam pemahaman akan pentingnya pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan secara harfilah bahwa ego dan super ego akan memberikan pengaruh yang besar kepada penampilan para siswa begitu pula kalau kita lihat secara psikologis bahwa kepribadian seseorang siswa akan memberikan dampak bagi prestasi siswa dalam suatu proses pembelajaran pendidikan jasmani olahraga kesehatan di sekolahnya terutama untuk pencapaian kognitif, afektif dan fsikomotor.

Sehingga untuk membuat agar siswa-siswa didik kita bisa berprestasi maka kepribadian dan siswa harus diambil strategi-strategi apa yang ada dalam sosiologi olahraga.

DAFTAR PUSTAKA

Allport, G. W. Personality: A Psychological interpretatation. Holt. 1937

Allport, G. W. Pattern and growth in personality. Holt. Rinehart and Winston. 1964

Anderson, W. G. Teacher behavior in physical education classes. Part I: Depelopment of a descriptive system. Unpublished manuscript. Teacher College, Columbia University, 1975

Albert V. Carron. University of Western Ontario London, Ontario, 1980

Adang Suherman. Dasar-Dasar Penjaskes , 1999/2000

Filosofi Sekolah Olahraga

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan jasmani yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan tentu di dalamnya ada proses pembelajaran. Apabila dibandingkan dengan proses pembelajaran mata pelajaran lainnya, proses pembelajaran pendidikan jasmani sangatlah berbeda. Pendidikan jasmani mengajak siswa untuk dapat berkembang sesuai dengan keinginannya, tetapi kenyataan lain dilapangan mengakibatkan pendidikan jasmani menjadi suatu mata pelajaran yang membosankan dan melelahkan serta tidak sesuai dengan konsep dasar pendidikan jasmani itu sendiri. Kenyataan lainnya adalah tidak adanya kesinambungan antara kurikulum yang diajarakan dengan kehidupan nyata anak sehari-hari seperti diungkap oleh Siswoyo menyatakan bahwa pembelajaran di Sekolah Dasar (SD) yang dirumuskan para ahli kurikulum cenderung eksklusif, sempit, dan terlalu akademis dan terkesan semua peserta didik hendak diarahkan jadi ilmuwan (Suara Merdeka, Kamis, 06 Mei 2004).

Mata pelajaran pendidikan jasmani yang mempunyai alokasi waktu 2 jam pelajaran per minggu, dimana satu jam pelajaran berkisar antar 30 – 40 menit. Alokasi waktu tersebut sangat jelas akan mempengaruhi tujuan dari pendidikan jasmani, sehingga proses pembelajaran tidak dapat mencapai tujuan pendidikan jasmani yang sebenarnya dan tidak dapat memberikan kontribusi maksimal bagi perkembangan anak. Seperti yang diungkap oleh Wiryawan (Pikiran Rakyat, 11 April 2003), bahwa penelitian di Amerika belum lama ini menunjukkan, pembelajaran yang menerapkan kurikulum dengan mata pelajaran terpisah-pisah menjadikan pembelajar kurang berhasil menumbuhkan potensi diri secara maksimal. Kurikulum dengan mata pelajaran terpisah-pisah dalam waktu 50 menit per jam pertemuan menjadi tidak realistik. Para pembelajar kurang mendapat kesempatan mempelajari sesuatu secara mendalam.

Sekolah-sekolah cenderung memberikan alokasi wkatu yang sangat banyak pada mata pelajaran-mata pelajaran tertentu. Pada Sekolah Dasar, hal ini sangat bertolakbelakang dengan perkembangan anak. Kurangnya waktu bagi anak Sekolah Dasar untuk memenuhi hasrat bergeraknya mengakibatkan permasalahan dalam proses pembelajaran mata pelajaran, ketika anak berkeinginan untuk bergerak di dalam kelas yang sedang berlangsung proses pembelajaran, maka anak tidak dapat menahan hasrat bergerak itu yang mengakibatkan proses pembelajaran menjadi “kacau”.

Hal ini merupakan suatu kenyataan yang menjadi tantangan bagi para guru Sekolah Dasar untuk dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi anak seusia Sekolah Dasar. Guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar harus mengetahui dan mengerti karekteristik pertumbuhan dan perkembangan anak Sekolah Dasar itu sendiri, kemudian mengerti dan mengetahui strategi pembelajaran yang tepat bagi anak seusia itu. Hal tersebut merupakan nilai tambah, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar.

Melalui program pendidikan jasmani yang teratur, terencana, dan terbimbing diharapkan dapat tercapai seperangkat tujuan yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan aspek jasmani, intelektual, emosional, sosial, dan moral spiritual yang optimal. Mengacu pada pentingnya pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut, maka perlu adanya pemahaman tentang pilosopi pendidikan olahraga disekolah pilosopi ini merupakan salah satu landasan yang dapat memberikan bagi guru penjas dalam memberikan aktifitas fisk yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam tulisan ini adalah “filosspi pendidikan olahraga disekolah ?”.

C. Tujuan Penulisan

Merujuk pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, sehingga tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah filosopi pendidikan olahraga di sekolah?.

D. Manfaat Penulisan

Pemahaman filosopi ini dapat dijadikan masukan yang berarti bagi guru pendidikan jasmani dan guru mata pelajaran lainnya sebagai salah satu dasar. Diharapkan juga melalui pemahaman ini guru akan lebih kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab dalam mengelola pembelajarannya.

Bab II

Pembahasan

Filosopi Sekolah Olahraga

Pada abad 20 Sekarang ini trend dalam dunia pendidikan lebih kecil, lebih special, dan lebih mengecilkan sekolah. Sebaliknya, negara yang pertama mengasosiasikan olahraga dengan sekolah adalah Amerika serikat yang didukung oleh kebijakan public yang menjadikan sekolah sebagai tempat yang menyediakan kurikulum kurikuler dan ekstrakurikuler yang lebih komperenhensif bagi siswa, serta mampu merangsang kemampuan akademik dan aktivitas non akademik.

Filosopi sekolah olahrga didefinisikan disisni sebagai hal yanglebih konsisten dengan visi sejarah pendidikan masyarakat. Cliford B. Fagan (1963) seorang sekreatis eksekutif federasi nasional asosiasi sekolah olahraga, menjelaskan tentang kepercayaan dan tindakan –tindakan dalam sekolah olahraga yang dikemukakan pada konferensi nilai-nilai dalam olahraga, sebagaimana pula dilaporkan dalam jurnal asosiasi kesehatan, pendidikan jasmani, dan rekreasi Amerika:

Kepercayaan

Pertama, dia percaya bahwa program olahraga nasional secara alami mereflesikan pada pencapaian yang luas, kesehatan fisik nasional. Ketertarikan untuk beraktifitas fisik. dia menerima pendapat bahwa kompetisi mempunyai kontribusi besar bagi kesejahteraan rakyat Inggris melebihi periode waktu yang panjang.

Kedua, dia percaya bahwa dalam kompetisi hal yang penting untuk dikompetisikan adalah skill yang tinggi, rendah, atau gabungan skill tinggi dan rendah. Hasrat untukmenang itu adalah bagus, ketika terjadi usaha yang ektrim untuk mencapai kemenangan maka hasrat ini begitu penting. Dia mempercayai bahwa terdapat perbedaan antara olahraga rekresai dengan olahraga kompetisi dan dia juga mempercayai bahwa kedepan kompetisi di negranya harus diregulasi secara standar.

Ketiga, kta harus menang sesuai dengan perturan-peraturan yang dilakukan dalam kompetisi tersebut, program kompetisi ini harus diadmnistrasi secara baik karena kompetisi dapat memberikan keuntungan pendidikan khususnya pada proses atau usaha dalam kompetisi tersebut

Keempat, dia percaya bahwa program pendidikan oleharaga yang mendalam sangat dibutuhkan khususnya bagi siswa-siswa disekolah menengah (SMP,SMA) karena program olahraga ini memberikan kesempatan yang luas, memberikan pilihan aktivitas mana yang akan dipilih oleh para siswa untuk dia ikuti. Dia percaya bahwa terdapat kebutuhan untuk tim dalam level yang berbeda tidak semua siswa ingin berartisipasi dalam olahraga kompetisi, beberapa siswa tidak mempedulikan bentuk akifitas ini, beberapa orang tidak tertarik bahwa pengorbanan diperlukan jika dia ingin berhasil.

Kelima, kami percaya bahwa sportivitas adalah tujuan yang ingin diraih kedepan. Secara umum sportivitas dapat diterima apabila kita bermain sesuai dengan aturan permainan. Ada 3 standar sportivitas yaitu; apabila kita bermain harus bermain sesuai dengan aturan yang berlaku, apabila menang, kamu jangan merayakannya dengan berlebihan; apabila kamu kalah jangan membuat alibi,

Akhirnya, kami percaya bahwa nilai-nilai individu dan social dapat diraih melalui olahraga kompetisi akan tetapi tujuan tersebut tidak akan capai secara ototmatis, untuk mencapai tujuan tersebut sangat tergantung pada aspek kepemimpinan.

Aksi-aksi (actions)

Hal pertama yang kami lakukan adalah kami memproteksi program intersekolah dalam program individual, kami melakukannya dengan cara: membatasai sesi (musim), aturan, usia, pembatasan nomor-nomor permainan, dsb.

Kedua adalah promosi,

Ketiga adalah latihan, kami percaya bahwa program yang efisien dalam melatih olahraga adalah disekolah dan kami juga percaya bahwa kami melatih dengan efektif. Disamping itu, kami juga melatih para official yang dihubungkan dengan aturan. karena kami mempercayai bahwa official yang baik data mengurangi insiden yang tidak sportif.

Keempat, kami mengklasifkasikan

Kelima, kami bekerjasama dengan aspek-aspek lain program sekolah

Akhirnya kami bekerja untuk menanamkan nilai-nilai pribadi dan social, memeberikan pemahaman bahwa hal tersebut dapat diperoleh melalui usaha masksimum dan ini membutuhkan pengorbanan.

Aturan

Penekanan keenam kepercayaan dan keenam tindakan yang disampaikan oleh Mr. Fagan tersebut adalah pada tujuan penididikan olahraga di sekolah yaitu: 1) untuk menolong meraih tujuan sekolah dan mendidik siswa; dan 2) menolong siswa mempelajari keterampilan-keterampilan hidup. Seperti berusaha bekerja keras (dedikasi dan disiplin), bekerjasama tim (pengorbanan), dan fairplay (etika dan integritas).

Olahraga merupakan salah satu bagian integral dalam kurikulum sekolah dan merupakan bagian paling esensial dalam mendidik siswa. Olahraga kompetisi dalam pendidikan sekolah adalah sebagai alat bantu bagi sekolah dalam menolong untuk memotivasi siswa, dan meraih sukses antara dikelas dan dikehidupaj nanti.

Filosopi Olahraga

Masyarakat amerika menempatakan prioritas tertinggi dalam kesempurnaan individu. Kesempurnaan ini lebh dekat pada tantangan, dan lingkungan kompetisi. Kompetisi telah menjadi alat ukur kesempurnaan bagi masyarakat Amerika baik itu dalam dunia bisnis, pendidikan, masupun olahrga. Pendidikan olahraga dalam rangka mencapai kesempurnaan jangan dijadikan sebab untuk menciptakan atmospir kompetisi yang sangat tinggi dan intensif karena hal ini akan menjadi counter produktif . olahraga harus disediakan dalam jumlah yang banyak bukan sedikit. Segala sesuatunya harus dibuat supaya siswa dapat berpartisipasi dan berbagi dalam olahraga.

Program olahraga dsekolah harus dihubungkan dengan kesejahteraan sebagai salah satu aturan, segala usaha yang dilakukan harus dibuat berdasarkan partisipasi siswanya. Semua aktivitas olahraga di sekolah harus dikoordinasikan dengan program pembelajaran umum dan harus harmonis dengan semua tujuan dan tujuan-tujuan program sekolah secara total.

Tujuan-Tujuan Olahraga

Program pendidikan olahraga harus mempunyai tujuan-tujuan jika hal ini ingin bermakna. Tujuan-tujuan ini harus dapat diaplikasikan pada semua level. Tujuan-tujuan pendidikan olahraga ini harus konsisten dengan pilosopi atau tujuan pendidikan sekolah.

Program pendidikan olahraga didedikasikan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:

  1. menyediakan semua atlet dengan pengajaran dan pelatihan individu terbaik;
  2. menyediakan semua atlet dengan fasilitas dan perlengkapan yang terbaik;
  3. menyediakan kesempatan bagi atlet untuk berpartisipasi dalam intrakurkuler terbaik
  4. Menyediakan kesempatan untuk semua supporter untuk identifikasi dengan dan untuk mendukung tim olahrga seklah mereka;
  5. menyediakan kesempatan bagi semua atlet untuk tumbuh secara fisik, emosional, dan spiritual melalui partisipasi dalam program olahraga.

Tujuan-tujuan partisipasi olahraga

Tujuan utama partisipasi olahraga dapat menjadikan semua atlet menjadi warga yang lebih efektif dalam masyarakat yang demokratis:

  1. Belajar Timwork (kerjasama Tim), bekerja dengan oranglain dalam masyarakat demokratis, seseorang harus mengembangkan disiplin dirinya, respek, semngat kerja keras dan pengorbanan
  2. Belajar untuk Sukses, masyarakat begiru kompetitif olehkaena itu kita tidak akan selalu menang akan tetapi kita akan sukses ketika kita berusaha untuk melakukan secara continue.
  3. Belajar untuk menjadi olahraga yang hebat, kita harus belajar untuk menerima kesuksesan dan kekalahan. hasrat sukses harus tetap kita pelihara dalam pikiran kita, akan tetapi apabila kita kalah ketahuilah bahwa kita telah berusaha dengan baik. Kita haurs selalu berusaha secara terus menerus untuk melatih orang lain sebagaimana mereka melatih kita. Melalui partisipasi dalam olahraga kita harus mengembangkan sifat social secara positif. Sifat tersebut seperti control emosi, kejujuran, kerjasama, dan kebersamaan
  4. belajar menyenangi olahraga banyak atlett yang berpartisipasi dalam olahraga dengan berbagai alas an, periode ini kami harapkan menjadi periode yang menyenagkan dalam kehidupan para siswa dan mengapresiasi penghargaan individu.
  5. Belajar kebiasan hidup sehat, menjadi atau atau arga Negara yang mempunyai kontribusi haruslah mempunyai derjat kebugaran yang tinggi, oleh karena itu derajat in akan tercapai apabila kta melakukan latihan fisik dan mempunyai kebiasaan hidup sehat. Partisipasi anda dlam olahraga harus mendemonstrasikan akan pentingnya kebiasaan hidup sehat.

Membedakan Karakteristik

Program olahraga dalam intrakurikuler yang disponsori sekolah harus dibedakan dari program olahraga masyarakt luar sekolah melalui empat isu kemana attensi olahraga intrakurikluer itu diberikan. Isu tersebut antara lain: beasiswa( mendukung misis akademk sekolah), sportivitas (lngkungan kompetisi), keselamatan (memperomosikan kesehatan fisik melalui partisipasi olahraga), dan cakupan program-program ( mempertahankan batasan penghargaan, musim, dan aktfitas –aktifitas yang konsisten dengan fungsi utama sekolah yaitu penddikan).

Pendidikan olahraga disekolah menyediakan sebuah “jendela pendidikan”. Apabila sekolah memberika atensi khusus pada beasiswa, sportivitas, keselamatan, dan cakupan program olahraga, lalu public akan dapat lebih fair tidakhanya pada filosopi olahraga disekolah adalah kesehatan, akan tetapi lebih tepatnya pada pendidikan sekolah.

BAB III

PENUTUP


A.
Kesimpulan

Filosopi adalah landasan berpikr yang dapat dikembangkan oleh para guru Sekolah sebagai upaya untuk mencapai tujuan dari pendidikan yaitu manusia utuh. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa anak-anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada seluruh aspek, sehigga diperlukan suatu pilosopi olahrga disekolah yang dapat mencakup itu semua. Pemahaman pilosopi sekolah olahraga memungkin untuk terlaksananya pembelajaran yang efektif dan efisien terutama untuk pendidikan jasmani yang selama ini masih dianggap lebih rendah dibanding dengan mata pelajaran yang lain. Memadukan pendidikan jasmani dengan mata pelajaran lain terutama di Sekolah Dasar merupakan suatu usaha untuk mensejajarkan pendidikan jasmani dengan mata pelajaran lainnya.

B. Saran-Saran

Para guru pendidikan jasmani di Sekolah diharapkan dapat lebih kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pembelajarannya. Filosopi olahraga disekolah ini juga diharapkan dapat diadopsi sebagai salah satu pendekatan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolahnya masing-masing. Hal ini dikarenakan pendidikan jasmani itu sendiri mempunyai andil yang besar dalam membentuk anak didik dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek-aspek inilah yang harus selalu dijunjung tinggi oleh para guru pendidikan jasmani agar, anak didikanya dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan anak itu.

Daftar Pustaka

http//.www. MHSAA library.com// (2008) – Philosophy of sport. Aphilosophy of School Sports: United State Amerika

Pikiran Rakyat, kelemahan pendidikan jasmani, edisi11 April 2003

Suara Merdeka, pendidikan jasmani, edisi Kamis, 06 Mei 2004